GADGETMAX.id – Upaya perusahaan teknologi untuk menghadirkan ponsel paling tipis di dunia tampaknya mulai kehilangan arah. Kegagalan komersial iPhone Air disebut-sebut menjadi pemicu mundurnya sejumlah produsen besar dari ambisi menghadirkan perangkat ultra-tipis.
iPhone Air, yang dirilis Apple dengan ketebalan hanya 5,6 mm, menjadi salah satu ponsel tertipis di pasaran, mengalahkan Samsung Galaxy S25 Edge dan Motorola Edge 70. Namun demi mengejar bodi super tipis, Apple harus memangkas sejumlah aspek penting. Ponsel ini hadir dengan baterai berkapasitas hanya 3.149 mAh, jauh lebih kecil dibandingkan pesaingnya. Selain itu, Apple juga menghilangkan kamera ultrawide dan telefoto yang tersedia pada model Pro.
Kompromi tersebut berdampak langsung pada minat pasar. Penjualan iPhone Air dilaporkan jauh di bawah ekspektasi, hingga produksi perangkat itu diperkirakan akan dihentikan pada akhir November 2025. Meski Apple disebut tengah menyiapkan generasi kedua iPhone Air, peluncurannya diperkirakan baru terjadi pada 2027.
Menurut laporan DigiTimes yang mengutip sumber industri anonim, kegagalan iPhone Air ikut memicu perubahan strategi para kompetitor. Xiaomi, Vivo, dan Oppo disebut telah menghentikan atau meninjau ulang rencana mereka dalam mengembangkan ponsel ultra-tipis. Xiaomi bahkan dikabarkan telah membatalkan proyek perangkat yang ketebalannya hampir setara iPhone Air.
Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Samsung Galaxy S25 Edge, ponsel ultra-tipis lain di pasaran, juga dilaporkan kurang sukses secara komersial, hingga rencana penerusnya dibatalkan. Kondisi tersebut membuat tren ponsel super tipis dipertanyakan kelangsungannya.
Di tengah situasi ini, perhatian industri mengarah pada Motorola Edge 70, yang dianggap memiliki keseimbangan lebih baik antara desain ramping dan fungsionalitas. Selain harganya yang lebih terjangkau dibandingkan perangkat ultra-tipis Apple dan Samsung, ponsel itu juga dibekali baterai besar 4.800 mAh serta dua kamera belakang 50 MP.
Menilik dari serangkaian kegagalan yang terjadi, masa depan ponsel ultra-tipis kini berada di ujung tanduk. Produsen tampaknya mulai kembali menimbang bahwa ketipisan ekstrem bukanlah segalanya, terutama jika harus dibayar dengan pengorbanan fitur yang dianggap esensial oleh pengguna.
