Linus Torvald sang pencipta Linux

GADAGETMAX.id — Pada suatu sore di musim panas tahun 1991, seorang mahasiswa berusia 21 tahun asal Helsinki, Finlandia, menulis sebuah pesan sederhana di milis comp.os.minix. Pesan itu mungkin tampak sepele saat itu, tetapi kelak menjadi awal dari salah satu revolusi terbesar dalam dunia teknologi. Sang mahasiswa itu bernama Linus Benedict Torvalds, dan proyek pribadinya ia sebut sebagai “hobi kecil” yang kemudian dikenal dengan nama Linux.


Awal dari Sebuah Eksperimen

Linus Torvalds lahir pada 28 Desember 1969 di Helsinki. Minatnya pada komputer mulai tumbuh sejak kecil, ketika ia mengenal komputer Commodore VIC-20 dan kemudian Sinclair QL. Namun, titik balik terjadi ketika ia berkuliah di Universitas Helsinki pada akhir 1980-an.

Saat itu, Torvalds menggunakan Minix, sistem operasi berbasis UNIX yang dikembangkan oleh Andrew S. Tanenbaum untuk keperluan pendidikan. Meski bermanfaat, Minix punya keterbatasan: bersifat komersial dan tidak bebas dimodifikasi. Keinginan untuk memiliki sistem operasi berbasis UNIX yang gratis dan bisa berjalan di PC dengan prosesor Intel 80386 membuat Torvalds mengambil langkah berani: membangun sistem operasinya sendiri.


25 Agustus 1991: Hari Kelahiran Linux

Dalam pesannya di USENET, Torvalds menulis bahwa ia sedang mengerjakan sistem operasi gratis, “sekadar hobi, tidak akan besar dan profesional seperti GNU.” Ia mengundang siapa pun untuk mencoba, menguji, dan memberi masukan.

Proyek ini mulai dari kernel—inti sistem operasi yang mengatur komunikasi perangkat keras dan perangkat lunak. Untuk memastikan kelangsungan hidupnya, Torvalds memilih GNU General Public License (GPL) sebagai lisensi. GPL memberikan kebebasan kepada siapa saja untuk menggunakan, memodifikasi, dan mendistribusikan ulang Linux.

Keputusan inilah yang membuat Linux berbeda. Alih-alih dimonopoli perusahaan, Linux menjadi milik semua orang. Filosofi open source menjadikannya bukan sekadar perangkat lunak, melainkan sebuah gerakan.


Dari Server Hingga Smartphone

Perkembangan Linux sangat cepat. Ribuan pengembang di seluruh dunia mulai menyumbangkan kode, memperbaiki bug, dan menciptakan perangkat lunak yang berjalan di atas kernel Linux.

Di pertengahan 1990-an, Linux sudah mulai digunakan di server perusahaan besar karena dianggap lebih stabil dan hemat biaya dibandingkan sistem operasi komersial. IBM, misalnya, berinvestasi besar dalam mendukung Linux pada awal 2000-an.

Lalu hadir pula distro Linux—versi turunan yang dikembangkan komunitas maupun perusahaan, seperti Debian, Red Hat, Ubuntu, hingga Fedora. Setiap distro memiliki karakteristik dan tujuan penggunaannya sendiri, mulai dari penggunaan sehari-hari hingga pengelolaan pusat data berskala besar.

Menariknya, Linux tidak berhenti hanya di server. Pada tahun 2008, Google meluncurkan Android, sistem operasi ponsel berbasis kernel Linux. Kini, miliaran orang menggunakan Linux setiap hari, meski sebagian besar tidak menyadarinya.


Peran Komunitas: Jantung dari Linux

Jika ada satu hal yang membedakan Linux dengan sistem operasi lain, itu adalah komunitasnya. Dari para programmer profesional hingga penggemar komputer rumahan, semua punya kesempatan untuk berkontribusi.

Model pengembangan berbasis kolaborasi ini memungkinkan inovasi yang cepat. Setiap masalah dapat segera ditemukan, didiskusikan, dan diselesaikan. Tak heran, Linux menjadi simbol keberhasilan gerakan perangkat lunak bebas.

Linus Torvalds sendiri tetap berperan sebagai “penjaga kernel” melalui Linux Kernel Mailing List (LKML), tempat ribuan baris kode baru ditinjau setiap minggunya. Namun, kekuatan sesungguhnya ada pada kolektifitas komunitas global.


Tulang Punggung Internet

Hari ini, Linux ada di mana-mana. Lebih dari 90% superkomputer dunia berjalan di atas Linux. Mayoritas server web, termasuk yang menjalankan Google, Facebook, Amazon, hingga Wikipedia, menggunakan Linux sebagai fondasi.

Di bidang lain, Linux juga menjadi basis sistem operasi perangkat IoT, robotika, hingga eksplorasi luar angkasa. NASA, misalnya, menggunakan Linux untuk sistem kontrol pesawat ruang angkasa. Bahkan, Tesla mengandalkan Linux untuk mengoperasikan sistem komputer di mobil listriknya.


Warisan dan Masa Depan

Apa yang dimulai sebagai eksperimen mahasiswa kini menjelma menjadi tulang punggung infrastruktur digital modern. Linux bukan hanya sistem operasi, tetapi juga cermin filosofi kolaborasi, transparansi, dan kebebasan dalam teknologi.

Seperti yang pernah dikatakan Linus Torvalds, “Talk is cheap. Show me the code.” Kalimat itu merangkum semangat komunitas Linux: bahwa ide hebat hanya bernilai ketika diwujudkan bersama.

Lebih dari tiga dekade sejak kelahirannya, Linux terus bertumbuh, membuktikan bahwa kekuatan sejati teknologi bukanlah pada satu individu atau perusahaan, melainkan pada komunitas global yang percaya pada kebebasan berbagi pengetahuan.


📌 Kesimpulan:
Sejarah Linux adalah kisah inspiratif tentang bagaimana sebuah “hobi kecil” bisa mengubah wajah teknologi dunia. Dari komputer pribadi di kamar mahasiswa Finlandia hingga menjadi fondasi internet global, Linux menunjukkan bahwa inovasi terbesar lahir dari keterbukaan dan kolaborasi.

By rosgani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *